Pengabdian Masyarakat, Dosen UIM Gandeng Fatayat NU Pamoroh buat Batik Ecoprint & Cabe Jamu Olahan Kering

Sebanyak 3 Dosen UIM Laksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi

PAMEKASAN, Limadetik.com – Sebanyak tiga dosen dari program studi (Prodi) berbeda Universitas Islam Madura (UIM) tengah menjalankan tugas pengabdian kepada masyarakat Desa Pamoroh Kecamatan Kadur kabupaten Pamekasan.

Mereka adalah 3 srikandi cantik yang melaksanakan tugas Tridharma Perguruan Tinggi sebagai wujud dan tanggung jawabnya sebagai dosen dalam mewujudkan cita-cita bangsa.

Diantaranya, diketuai oleh Kustiawati Ningsih, S.P., M.P. Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian dan 2 orang anggotanya, Halimatus Sakdiyah, S.E., M.Si Prodi Akuntansi dan Mediyana, S.Pd., M.Pd. Prodi PG PAUD Fakultas Pendidikan di Universitas Islam Madura.

Kustiawati Ningsih, dosen prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UIM menyatakan, bersama dengan dua rekannya yang lain telah melangsungkan pengabdian itu selama 2 bulan di Desa Pamoroh.

“Untuk kegiatan pengabdian ini kami mengembangkan kelompok kewirausahaan ibu-ibu, kami menggandeng Fatayat NU Desa Pamoroh untuk memberi latihan keterampilan khusus pembuatan batik ecoprint dengan teknik pounding dan fermentasi daun serta diversifikasi olahan cabe jamu,” katanya, saat diwawancarai di rumahnya, jalan Sersan Mesrul, Jum’at (05/07/2024).

Menurut dosen Ningsih, pemilihan teknik pounding dan fermentasi dilakukan karena sebelumnya kelompok Ibu fatayat NU ini melaksanakan pembuatan batik ecoprint menggunakan teknik steaming. Hasil dari teknik steaming itu kurang memuaskan dan lebih banyak cacat produk.

“Artinya tidak maksimal hasilnya, sehingga kami melakukan pengabdian pembuatan batik ecoprint dengan menggunakan teknik pounding dan fermentasi daun. Alhamdulillah dari pengabdian Ini batik ecoprint yang dihasilkan cukup memuaskan dan dapat dikategorikan cukup baik dari hasilnya. Selain itu dari diversifikasi olahan cabe jamu kami memprioritaskan di olahan menjadi cabe jamu kering untuk kemudian nanti dikembangkan menjadi cabe jamu bubuk,” terangnya.

Lebih lanjut Dosen Agribisnis UIM ini memaparkan, bahwa pengabdian kepada masyarakat Desa Pamoroh dengan menggandeng ibu Fatayat NU akan dilaksanakan selama 6 hingga 8 bulan.
Jadi, kata dia karena sifatnya jangka panjang, maka akan terus melakukan pendampingan.

“Setelah kegiatan pembuatan produk, kegiatan pendampingan itu terdiri dari pengemasan. Kemudian kami usahakan untuk dibuatkan label dari produk masing-masing, kemudian kita bantu pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB) nya, syukur-syukur nanti bisa punya Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-PIRT) nanti kita dampingi terus, sehingga produk yang dihasilkan itu bisa menjadi sumber pendapatan tetap, sebab kegiatan yang sering dilaksanakan ibu Fatayat NU ini, hanya pengajian saja, belum ada kegiatan produktif,” kata Dosen Ningsih.

Atas landasan tersebut, pihaknya memandang perlu untuk melakukan pengabdian berupa pelatihan dan praktik keterampilan.

Di Desa Pamoroh, kata Ningsih memiliki potensi cabe jamu yang cukup bagus. Diterangkan, untuk cabe jamu yang dijual mentahan atau basah, memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan yang sudah dikeringkan.

“Misalnya hanya dijual mentah ada resiko juga, resiko cepat membusuk, namanya juga produk pertanian yang kalau disimpan dalam waktu lama tanpa pengolahan, maka akan cepat busuk yang nama sifatnya perishable,” tuturnya.

Dosen Ningsih menyebut, batik ecoprint dan olahan cabe jamu nanti akan diperkenalkan saat ada event tertentu baik tingkat lokal Pamekasan, regional Jawa Timur hingga nasional.

Sehingga, melalui event tersebut, batik ecoprint buatan fatayat NU Pamoroh bisa di kenal khalayak umum baik tingkat lokal atau bahkan nasional.

Menurutnya, batik ecoprint dengan sistem pounding dan fermentasi jauh lebih cerah hasilnya, terang, tidak mudah luntur dan tahan lama bila dibandingkan dengan teknik steaming.

“Ini sudah kesekian kalinya ini baru, karena kan sebelumnya ada kegiatan batik ecoprint di sana dengan teknik steaming itu. Saya melihat hasilnya tidak maksimal karena hasilnya itu kalau steaming itu warna tidak cerah terus dan motifnya seperti berbayang,” tambahnya.

Sementara, hasil teknik pounding jadi lebih tahan lama. Tahan lama juga karena sama juga melalui proses sama seperti pembuatan batik.

“jadi setelah di pounding kita lakukan fiksasi jadi fiksasi itu direndam di air tunjung, ada dua perlakuan, Jadi kalau air Tunjung itu Agar warna motif itu lebih gelap dan kalau direndam di air tawas itu untuk warna motif yang lebih terang.”

“Selain itu, untuk pemasarannya selain tadi dari kalau ada event kita libatkan nanti diikutkan terus, kemudian kita juga melalui pemasaran digital melalui marketplace atau media sosial.

Selanjutnya, dosen Ningsih melihat kalau hasilnya secara ekonomis, bisa untuk meningkatkan pendapatan ekonomi mereka. Sebab, selama kegiatan pelatihan mereka sangat antusias mengikuti pelatihan.

“Mereka senang melakukannya, karena mereka mendapat tambahan Ilmu juga,” pungkasnya.